Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sukabumi sepakat mendukung tuntutan kenaikan gaji dan tunjangan anggota dewan yang disuarakan Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi). Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi Agus Mulyadi menegaskan, sudah saatnya kenaikan gaji dewan di kabupaten dipertimbangkan pemerintah pusat untuk mendukung kinerja dan menghindari praktik korupsi.
“Saya mendukung usulan Adkasi karena gaji, tunjangan, dan perjalanan dinas saat ini sudah tidak relevan lagi. Ini sudah berlangsung selama 13 tahun, di mana kita mengalami beberapa kali kenaikan harga bahan bakar minyak yang memicu lonjakan harga seluruh kebutuhan,” jelas Agus Mulyadi kepada sukabumiupdate.com melalui telepon, Rabu (31/8).
Saat ini take home pay ketua Dewan Kabupaten Sukabumi Rp12 juta per bulan terdiri dari gaji dan tunjangan tunjangan, sementara wakil Ketua 85 persen dari Rp 12 juta per bulan dan anggota 75 persen dari angka Rp12 juta per bulan.
“Jangankan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga, gaji dan tunjangan sering habis untuk kegiatan sebagai wakil rakyat yang harus memelihara konstituen,” lanjut Agus.
Agus menyadari bahwa saat ini keuangan pemerintah daerah sedang sulit, tapi masih ada solusi sementara, yaitu menaikan biaya perjalanan dinas harian anggota dewan.
Saat ini dewan di Kabupaten Sukabumi hanya mengantongi Rp 240 ribu setiap menggelar perjalanan dinas dalam daerah, atau saat turun ke wilayah, sementara untuk perjalanan dinas luar daerah hanya Rp 800 ribu.
“Bisa dibayangkan, apakah cukup uang Rp 240 ribu untuk mengunjungi konsituen di pelosok Sukabumi, untuk bensin saja uang itu habis. Rp 800 ribu untuk ke Bandung atau Jakarta. Bahkan daerah lain di Indonesia nggak cukup.”
Sekretaris DPD Partai Golkar Kabupaten ini juga menegaskan, kenaikan biaya perjalanan dinas dalam dan luar daerah inilah yang masih bisa diwujudkan dalam waktu dekat. “Biar anggota dewan kita rajin menyapa rakyat. Selama ini mereka nggak mau kunjungan daerah karena memang biaya perjalanan dinasnya kecil.”
Masih menurut Agus, pada akhirnya, rekan-rekannya di lembaga legislatif tersebut lebih memilih menggelar program studi banding. Walaupun kegiatan tersebut malah kerap dicurigai rakyat sebagai kegiatan yang kurang bermanfaat.