Infoparlemensukabumi.com||Terdakwa dugaan kasus penipuan dan penggelapan SPBU, Irfan Suryanagara dan istrinya kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Bale Bandung, Senin (16/1/2023). Pada sidang kali ini keduanya hadir secara langsung dalam persidangan.
Kedua terdakwa tersebut terlihat datang menggunakan mobil Kejaksaan Negeri Cimahi. Mereka memakai rompi tahanan dengan tangan masih terborgol.
Kemudian kedua terdakwa langsung mengikuti sidang yang diketua Majelis Hakim Dwi Sugianti di ruangan Kusuma Atmadja. Irfan menjelaskan mengenai saksi atau pelapor Stelly pada tahun 2012 silam. Pada saat itu dipertemukan saat kegiatan Musyawarah Daerah Partai Demokrat.
“Setelah itu nggak ada lagi. Habis itu pelapor sering minta ketemu saya,” ujar Irfan.
Irfan menyebutkan Stelly mengenalkan dirinya sebagai pengusaha. Saat itu, Selly ingin bersilaturahmi dengannya yang menjabat Ketua DPRD Jabar.
“Saksi mengenalkan sebagai pengusaha dan ingin silaturahim dengan saya, selebihnya dia mengatakan juga bahwa punya banyak usaha properti dan lain sebagainya,” katanya.
Irfan mengungkapkan pertemuan selanjutnya digelar di rumah dinas DPRD Jabar. Kemudian dirinya menawarkan lelang di salah satu dinas.
“Kalau masalah properti itu kalau nggak salah ada lelang kalau mau ikut ikut aja di BUMD. Silakan lah hubungi. Setelah itu selesai, tidak jadi, lalu ketemu lagi dan mulailah tanah,” jelasnya.
Dia menyebutkan setelah itu Stelly mengajak berbisnis dengannya dengan menawarkan bisnis di Majalengka. “Dia ngajak usaha. Usaha apa aja. Terus saya bilang di Majalengka bagus. Lalu ke Majalengka dulu, itu tanah rakyat karena mau ada bandara di situ,” bebernya.
Menurutnya dalam pertemuan tersebut tidak ada pembicaraan mengenai uang keuntungan. Setelah itu terjadilah pembebasan lahan yang saat ini telah jadi SPBU.
“Pembebasan lahan yang satu sekarang jadi SPBU. Lalu yang satu jadi jalan masuk bandara dan satu lagi pembakaran genting,” ucapnya.
“Di Majalengka itu yang membebaskan Pak Stelly. Dengan uangnya Pak Stelly. Dengan harga itu antara Rp 26 ribuan. Harga pasaran waktu membeli Rp 26 ribu sampai Rp 50 ribu per meter,” tambahnya.
Irfan lalu menjelaskan pembelian lahan di Pasiripis, Sukabumi. Ia mengaku langsung membelinya secara sendiri dari saksi Ajo. Kemudian Stelly tertarik membeli tanah di sebelahnya.
“Pasiripis saya beli sendiri. Saya beli dari Ajo. Terus Stelly tertarik untuk membeli yang sampingnya. Lahan di Pasiripis saya tahu dari Ajo,” ungkapnya.
Irfan menuturkan keuntungan pembelian dari lahan tersebut adalah jika jalan raya di wilayah tersebut telah dibuka. Menurutnya awal pembeliannya Rp 63 ribu per meter.
“Jikalau nanti jalannya dibuka maka harga yang sekarang Rp 63 ribu sampai jadi Rp 500 sampai Rp 1 juta lebih. Lalu pelapor mau membebaskan yang di sebelah saya, di sebelah kanan dari yang punya saya, maka saya minta Pak Ajo untuk membantu pelapor melaksanakan pembebasan. Pak Ajo waktu itu membawa temannya maka dibebaskan hampir 2 hektare lebih,” kata Irfan.
Irfan mengungkapkan selanjutnya menunjukan lahan lainnya untuk Stelly. Lahan tersebut berada di Gunung Karang Sukabumi. “Kerja sama berikutnya di Gunung Karang. Itu di Kota Sukabumi, di pinggir jalan by pass, di sisi jalan provinsi. Kalau tahun depan jadi dibangun maka harganya naik, itu kurang lebih 7 hektare. Itu antara Rp 200 ribu sampai Rp 400 ribuan,” jelas Irfan.
Irfan menyebutkan membuka SPBU pertama kali dengan Stelly adalah di Walahar, Karawang. Bahkan menurutnya awalnya hanya meminta dana talang kepada Stelly.
“Saya tidak berbisnis di Walahar, tapi meminta talangan,” beber Irfan.
“Ceritanya, SPBU Walahar itu adalah SPBU kedua saya, saya dapat informasi SPBU yang sudah tutup satu tahun. Maka saya datang ke sana melihat, lalu setelah itu pemiliknya bertemu dengan saya di kantor setelah bernegosiasi, saya bilang ke Pak Stelly, saya minta tolong talangi dulu. Saya sampaikan ke Joe Poni nanti dibayar oleh Stelly. Nanti Pak Stelly yang akan bayar,” lanjutnya.
Dia menambahkan pada tahun 2013 silam pernah melakukan pembelian SPBU di Pangenan, Cirebon. Menurutnya SPBU tersebut merupakan SPBU yang telah tutup.
“Lalu saya ketemulah dengan pemiliknya dan beberapa kali negosiasi akhirnya di bulan dua disepakati bahwa itu akan dibeli dan luasnya bukan 1,5 hektare, itu cuma 1 hektare luasnya,” kata Irfan.
“Nah, saya sampaikan ke yang pemiliknya, saya bilang nggak punya uang tunai. Saya kirim ya dan saya juga bilang sedang menyiapkan waris dan sebagainya. Lalu berlanjut cicilan saya sampai Rp 900 juta lebih,” lanjutnya.
Irfan Suryanegara saat di persidangan. Foto: Yuga Hassani/detikJabar
Irfan pun mengungkapkan telah melakukan negosiasi terkait pembelian SPBU di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, tahun 2013. SPBU tersebut milik mantan direksi BUMD.
“Setelah akhirnya mereka itu percaya dengan saya, pak daripada berikan ke orang lain mending ke saya, akhirnya sepakat lah harganya Rp 6,6 miliar begitu, dibayarkan pakai cek perusahaan yang pertama Rp 6 miliar ada buktinya dan kedua sisanya. Itu tidak ada urusannya juga dengan Pak Stelly. Tidak ada juga dengan Ajo,” bebernya.
Dia menambahkan Stelly sempat mendatangi dirinya tahun 2021. Hal tersebut berkaitan dengan hutangnya yang mencapai Rp 43 miliar. Namun telah dibayarkan sebanyak Rp 37 miliar.
“Saya sampaikan saya minta di-breakdown (dirinci). Setelah itu saya kena Covid dan pertemuan lagi. Tapi sampai saat ini malah gini,” ungkapnya.
Irfan pun menilai apa yang dihadapinya kali ini terjadi pada saat dirinya bertarung politik di DPD Partai Demokrat 2021 silam. Menurutnya hal tersebut saling berkaitan.
“Untuk sahabatku Stelly, sebenarnya masalahnya adalah talangan-talangan disampaikan itu diganti. Tetapi permasalahannya pada waktu itu saya sedang melakukan konsestasi politik. Perebutan ketua partai demokrat di jawa barat dan saya ketuanya pada waktu itu,” ucap Irfan.
Menurutnya pada saat tersebut dirinya kerap mengalami presure. Bahkan terdapat informasi yang beredar terkait jangan memilih dirinya.
“Bisa yang mulia bayangkan, setiap saya diperiksa di Bareskrim, padahal baru diminta klarifikasi, surat itu beredar ke konstituen saya, ke PAC, DPC, ke ranting jangan pilih Irfan,” bebernya.
Irfan mengungkapkan dalam pemilihan tersebut dirinya masih menang. Namun ada orang yang memang ingin menghadangnya.
“Setelah itu pemilihan, ternyata saya masih menang dengan skor 18:10. Hanya ada satu orang yang menciderai saya tidak menjadi ketua DPD. Dan itu saya dapatkan yang mulia, bahkan di depan rumah saya disimpan mobil tahanan. Beredar Irfan segera ditahan. Tentu kita susah membuktikannya. Pokonya kejadiannya sekitar tahun 2021,” kata Irfan.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Raditya mengungkapkan kliennya tidak pernah meminta Stelly untuk berbisnis SPBU. “Pak Irfan meminta tolong talangin dulu beliin pom bensin,” ucapnya.
Raditya menjelaskan dalam kasus yang menjerat kliennya tidak bisa masuk dalam unsur TPPU. Menurutnya hal tersebut seharusnya masuk dalam ranah perdata.
“Sekarang kita serahkan ke hakim. Hakim bisa menilai dengan fakta persidangan dan bukti yang ada. Mau dilarikan ke mana perkara ini,” katanya.
Sementara itu jalannya persidangan tersebut diwarnai aksi mahasiswa. Para mahasiswa menilai PN Bale Bandung tidak bersikap dengan tegas.
“Jadi kita menyampaikan pernyataan sikap terhadap PN Bale Bandung, soalnya tadi dipending harus menunggu kedatangan terdakwa. Harusnya tadi pukul 9 harus datang tepat waktu. Kami melihat ada beberapa yg harus ditekankan, yakni proses keadilan kurang bersikap. Beberapa saksi pun tidak bisa dihadirkan,” ujar Muhamad Ari, Korlap Aliansi Mahasiswa Jabar.
“Kami berharap dia yang memiliki latar belakang anggota DPRD. Seharusnya sebagai pejabat negara tidak perlu melakukan tindakan tersebut. Makanya kami akan terus mengawal kasus ini hingga beres,” pungkasnya.