Infoparlemensukabumi.com||Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPRD Kabupaten Sukabumi menyambut baik lahirnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Raperda PDRD) yang diusulkan Pemerintah Daerah.
Meski begitu, partai berlambang matahari itu meminta Bupati Sukabumi Marwan Hamami tidak hanya melihat konstruksi Hukum dan Peraturannya saja namun untuk mewujudkan raperda ini harus memperhatikan 4 unsur yaitu Kemitraan, Kebijakan dan Anggaran, Sosialisasi dan Komitmen yang sudah dijelaskan dalam pendapatnya secara runut.
Hal itu disampaikan Anggota Fraksi PAN DPRD Kabupaten Sukabumi Heri Antoni dalam rapat paripurna beragendakan Penyampaian Pandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD terhadap Nota Pengantar Bupati atas Raperda PDRD, Kamis (20/7/2023).
Menurut Heri, Fraksi PAN juga mengusulkan untuk dilakukannya pembahasan secara teknis dengan mempertimbangan sisi kearifan lokalnya dalam rangka penyempurnaan sehingga Raperda ini bisa diterima semua pihak dan dapat berdampak positif dalam mewujudkan Pendapatan yang baik.
“Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia ini harus disusun melalui pendekatan filosofi perpajakan dari berbagai aspek tentang pajak daerah dan retribusi daerah di Indonesia, pengertian pajak daerah dan retribusi daerah, sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah terkait dalam penyelenggaraan pemerintahan, tugas pelayanan melalui pendekatan peningkatan pembangunan di era otonomi daerah,” kata Heri.
Secara komprehensif, lanjut Heri, Raperda ini diharapkan dapat membahas aspek-aspek pajak daerah dan retribusi daerah dalam perspektif otonomi yang ditopang adanya kebijakan nasional di Indonesia.
“Dengan demikian khalayak umum akan lebih memudahkan dalam memahami peran penting dari perpajakan dan retribusi daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah baik di Provinsi maupun di Kabupaten/Kota serta pelaksanaan pembangunan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tuturnya.
“Pajak dipungut berdasarkan undang-undang merupakan hal yang sangat mendasar, dalam pemungutan pajak harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Pada hakikatnya yang memikul beban pajak adalah rakyat, masalah tax base harus melalui persetujuan rakyat yang diwakili oleh lembaga perwakilan rakyat,” tambahnya.
Hasil persetujuan tersebut, kata Heri, kemudian dituangkan dalam suatu undang-undang yang harus dipatuhi oleh setiap pihak yang dikenakan kewajiban perpajakan. Pajak dapat dipaksakan Jika tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan maka wajib pajak dapat dikenakan tindakan hukum oleh pemerintah berdasarkan undang-undang.
“Fiskus selaku pemungut pajak dapat memaksakan wajib pajak untuk mematuhi dan melaksanakan kewajiban perpajakannya. Tindakan hukum atas pelanggaran peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi administrasi maupun sanksi pidana fiskal (UU No. 16 Tahun 2000). Sanksi administrasi merupakan sanksi yang ditujukan bagi wajib pajak yang terlambat atau tak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa maupun Tahunan,” kata Heri.
Lebih lanjut Heri menuturkan, tindak pidana fiskal merupakan tindak pidana atau perbuatan yang dilakukan wajib pajak yang oleh undang-undang diancam pidana, karena melawan atau bertentangan dengan hukum, yang dapat merugikan masyarakat dan negara dilakukan di bidang perpajakan.
“Dinyatakan tindak pidana fiskal yang melawan atau bertentangan dengan hukum, apabila Alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dengan tidak benar, Sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakan yang berakibat merugikan negara dan Pengulangan tindak pidana. Adapun Sanksi yang dapat dijatuhkan adalah hukuman pidana penjara ,” imbuhnya.
Menurut Heri, wewenang fiskus untuk memaksa juga dapat dalam bentuk penyitaan dan pelelangan harta wajib pajak (UU No. 19 Tahun 2000). Jika sampai dengan batas waktu tertentu penagihan pajak berdasarkan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak.
“Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia Pendahuluan kewajibannya, fiskus memiliki wewenang untuk melakukan penyitaan. Sampai dengan batas waktu pengumuman lelang wajib pajak yang disita hartanya tidak memenuhi kewajibannya, maka harta tersebut dilakukan pelelangan untuk dapat membayar kewajiban perpajakan wajib pajak pada negara,” kata dia.
Heri mengatakan, Fiskus juga berwenang untuk melakukan tindakan pencegahan dan penyanderaan (UU No. 19 Tahun 2000). Yang dimaksud pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Sedangkan, yang dimaksud dengan penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu,”tuturnya