Infoparlemensukabumi.com||Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Sukabumi, Paoji Nurjaman mempertanyakan penghentian proses penghitungan suara hasil Pemilu 2024 dalam rapat pleno ditingkat kecamatan.
Kata Paoji, ada beberapa kecamatan di Kabupaten Sukabumi, seperti di Dapil 6, yakni Jampangkulon, Waluran dan Kalibunder, juga kecamatan lainnya yang hari ini sudah mulai melakukan rapat pleno. Pleno tersebut tidak jelas, karena tiba-tiba harus ditunda.
“Kami pertanyakan apakah itu intruksi dari KPU pusat, atau gimana? Sedangkan sekarang ini (katanya) ada edaran bahwa pemberhentian sementara proses rekapitulasi penghitungan perolehan suara tingkat kecamatan,” jelas Paoji kepada Media, Minggu (18/2/2024).
Kata Paoji, ia banyak menerima aduan dari peserta pemilu, juga masyarakat dengan adanya situasi dan kondisi seperti ini.
“Bahkan banyak asumsi, ini merupakan rekayasa kecurangan. Berharap KPU Kabupaten Sukabumi, segera mengambil langkah untuk kepastian yang jelas,” tegasnya.
Hal yang sama juga disampaikan politisi PDIP Deddy Yevri Sitorus, Ia meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar memberi penjelasan atas dugaan adanya perintah ke aparat penyelenggara pemilu di daerah untuk menghentikan proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan.
Mengutip dari tempo.co, Deddy menduga adanya upaya tersistematis mengakali suara hasil pemilu, demi jatah kursi Ketua DPR periode 2024-2029, dan atau demi meloloskan salah satu parpol tertentu pesanan penguasa ke Parlemen.
“Ada informasi di daerah, KPU Pusat memerintahkan penghentian rekapitulasi suara di tingkat kecamatan, yang mana itu tak dikonsultasikan dengan peserta pemilu dan komisi II DPR,” kata caleg Deddy melalui keterangan tertulisnya, seperti dikutip tempo.co, Ahad, 18 Februari 2024.
Menurut dia, penghentian proses rekapitulasi sah saja dilakukan oleh KPU, namun syaratnya dalam kondisi force majeure, seperti kejadian gempa bumi atau kerusuhan massa. Deddy mengatakan, jika alasannya force majeure memang benar adanya, seharusnya penghentian proses rekapitulasi hanya dilakukan di daerah terdampak.
“Kami dapat informasi alasannya penghentian adalah karena sistem Sirekap mengalami kendala di pembacaan data. Padahal Sirekap itu bukan metode penghitungan suara yang resmi dan sah. Rujukan perhitungan suara adalah rekapitulasi berjenjang, atau C1 manual. Ini kok kami dapat informasi bahwa penghentian terjadi di seluruh Indonesia,” ujarnya.