DPRD Soroti Dana Miliaran Panas Bumi, Balita Sukabumi Meninggal Akibat Cacingan di Lumbung Energi

Infoparlemensukabumi.com Tragedi meninggalnya balita bernama Raya (3) asal Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, memantik kritik keras dari DPRD Kabupaten Sukabumi. Raya meninggal pada 22 Juli 2025 dengan kondisi tubuh dipenuhi cacing gelang, meski tinggal di kawasan yang dikenal sebagai salah satu lumbung energi panas bumi terbesar di Jawa Barat.

Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi, Andri Hidayana, menilai kasus ini sebagai tamparan keras sekaligus ironi di tengah perayaan Hari Jadi ke-80 Provinsi Jawa Barat.
“Negara belum sepenuhnya hadir melindungi masyarakat. Di satu sisi ada perusahaan besar seperti Star Energy yang setiap tahun menghasilkan miliaran rupiah, tetapi masyarakat di sekitarnya masih jauh dari kata sejahtera,” ujarnya, Selasa (19/8).

Andri, yang juga Pembina Kelompok Relawan Kesehatan Masyarakat (KOREK MAS), menyoroti miliaran rupiah Dana Desa maupun anggaran kesehatan yang digelontorkan tiap tahun, namun tidak mampu menjangkau warga miskin seperti keluarga Raya.
“Miris, ketika anggaran besar tersedia, tenaga kesehatan pun ada di setiap puskesmas, tetapi masih ada keluarga yang luput dari perhatian hingga kehilangan nyawa anaknya karena cacingan,” tegasnya.

KOREK MAS mendesak pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem layanan kesehatan dasar, khususnya di pedesaan. “Siapa yang bertanggung jawab? Pemerintah tidak boleh abai. Tragedi Raya adalah sinyal darurat masih banyak keluarga yang terpinggirkan dari akses kesehatan,” tambah Andri.

Kasus Raya terungkap setelah komunitas sosial Rumah Teduh mengunggah kondisinya pada pertengahan Agustus. Balita tersebut sebelumnya dirawat di rumah sakit sejak 13 Juli 2025 dalam keadaan kritis, tanpa identitas maupun jaminan kesehatan, hingga tagihan biaya perawatan mencapai puluhan juta rupiah.

Kondisi Raya sejak kecil memang memprihatinkan. Ia tumbuh di lingkungan kotor, bermain di tanah bercampur kotoran ayam di bawah rumah panggung. Kedua orang tuanya, Rizaludin (32) dan Endah (38), diketahui mengalami gangguan mental sehingga tak mampu mengurus dokumen maupun memastikan tumbuh kembang anak.

Sementara itu, data menunjukkan Kabupaten Sukabumi menerima Dana Bagi Hasil (DBH) dan Bonus Produksi (BP) panas bumi dalam jumlah signifikan dari Star Energy Geothermal Salak, Ltd. (SEGS), perusahaan energi panas bumi yang beroperasi di wilayah Kabandungan. Pada 2023, realisasi DBH mencapai Rp 60,2 miliar, sementara 2022 sebesar Rp 82,9 miliar. Tahun 2025, Pemkab Sukabumi diproyeksikan menerima Rp 118,4 miliar dari DBH panas bumi.

Selain itu, realisasi penerimaan Pemkab dari dana BP panas bumi pada 2023 tercatat Rp 14,3 miliar dan Rp 11 miliar pada 2022. Berdasarkan Peraturan Bupati Sukabumi Nomor 33 Tahun 2018, 50 persen dana BP diterima pemkab, sisanya dibagi rata untuk 13 desa di Kecamatan Kabandungan dan Kalapanunggal.

Direktur Civil Society Organization (CSO) Cinta Karya Alam Lestari (CIKAL), Didin Sa’dillah, menyebutkan Sukabumi rata-rata menerima lebih dari Rp 45 miliar DBH per tahun dari Star Energy. “Namun potensi besar ini belum dimanfaatkan secara maksimal untuk menjawab kebutuhan dasar warga sekitar, termasuk layanan kesehatan,” katanya (11/5).

Star Energy Geothermal Salak, Ltd sendiri mengoperasikan salah satu pembangkit panas bumi terbesar di dunia, dengan kapasitas listrik mencapai 381 MW pada 2021. Meski begitu, ironi mencuat: di tengah pasokan energi untuk Jawa-Madura-Bali, masih ada balita di sekitar wilayah operasinya yang meninggal akibat cacingan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *